Selasa, 28 Juli 2020

Dilema dokter : "Ternyata ini yang bikin SUSAH..."

Dear readers,

I just wanna share my thoughts.. selama aku ditempa dan dididik dalam dunia kedokteran.
Well said, ga melulu berkaitan dengan sains atau berbau2 eksakta lainnya..
atau mungkin beberapa mungkin berpikiran, dunia kedokteran related dengan money.
HELL, NO!
It's not about the money, it's about LESSON.
Mau kaya, jangan jadi DOKTER! jadilah PENJAGA LILIN (haha baby ngepetz donk, kidding!).
Trust me! Rugi waktu kalau mau kaya via jalur ini!


Okay, banyak orang jenius bisa menguasai ilmiah kedokteran, tapi ga melulu soal ilmiah, ada hal lain yaitu ETIKA dan KOMUNIKASI.
Bertahun-tahun, mahasiswa kedokteran ini dihadapkan dengan kepelikan teori, memecahkan kasus, mempelajari unsur hukumnya, etika, budaya, yang ditujukan agar satu frekuensi dengan pasien.

Ilmu pengetahuan terus berkembang dari mulai molekuler, klinis, diagnosis hingga terapi.
Nah, apa fungsinya donk ilmu pengetahuan ini, tapi pesan tidak sampai kepada pasien?

Ternyata ini yang bikin SUSAH...

MENGEDUKASI

Sekolah udah lama, susah lulusnya, tuntutannya banyak, eh masih juga dibenturkan dengan REALITA DI MASYARAKAT.

Suka atau ga suka, percaya atau ga percaya, 
Mengedukasi adalah salah satu hal terberat dibandingkan mengobati. 
Karena?
Penyedia kesehatan dihadapkan dengan literasi, asumsi dan persepsi dari masyarakat itu sendiri.

Diagnosis dan pengobatan sebenarnya sudah tersedia dan jelas didukung segudang literatur. 
Tapi, 
Mau disajikan bukti ilmiah segunung pun, akan terganjal 3 faktor tadi (literasi, asumsi, persepsi).

ya, berarti ada satu tambahan pelajaran lagi nih untuk penyedia kesehatan.
yaitu
ILMU SABAR

Ceritanya lagi merenung, hehe...
Iya, mengedukasi itu harus SABAR berulang, tidak bisa sembarangan hanya membahas teori, namun diperlukan juga penyampaian yang menyentuh hati.
Perlu anchoring, penekanan berulang, pokoknya edukasi edukasi edukasi. 
REPEAT REPEAT and REPEATTTTTTTT!
kalo di twitter mah istilahnya harus di RT terossss.

Karena ilmu apapun akan kalah dengan asumsi/persepsi jika informasi tidak ditekankan dan diulang. Eh njelalah, malah akhirnya missinformasi..
Inget lhooo, banyak kan berita2 mengenai ahli pengobatan yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Ilmu jampi2 itulah bisa berkembang. Walau ni walau, ujung-ujungnya, balik lagi ke medis dengan penuh komplikasi.

Dari sejarah pun sebenernya kita udah belajar, agama masuk ke Indonesia juga memerlukan proses asimilasi. Akar budaya ini penting untuk dipahami tapi bukan untuk dimaklumi lhoo ya. 

Masyarakat tetap harus dibiasakan dan diarahkan menuju tingkat literasi yang tinggi. Semoga ya!

So, kembali lagi, selalu inget Allah, dokter itu hanya perantara keilmuan, semua keilmuan itulah yang disampaikan kepada pasien.
Semuanyaaaaaaaaa untuk pasien itu sendiri.
Secinta itu lhoo sama pasien. Eh udah secinta itu, kadang ga dicintai balik. KZLLLL.
Eakkk, jadi baper!
Haha...

Goks kan betapa dokter itu diajari dengan sungguh-sungguh untuk mengedepankan pasien.
Semua tertuang juga di dalam sumpah dokter.
Biarin aja jutaan yang menghujat tapi Allah yang selalu memberikan nikmat.
Jangan bosen mengedukasi!

Kerjasama dokter sama pasiennya. Udah gak ada obat lagi selain kerjasama dan komunikasi.

So, how it affects me?

Ya, aku akui butuh waktu, mental, fisik untuk mengedukasi, ada yang cepat paham, ada yang ngeyel, ada yang iya2 aja tapi ga ngerti, ada yang terlalu kritis, ada yang cuek, dan segala macam polah tingkah.
Tapi semakin hari, dan semakin tua juga (hehehe..), pastilah kebijaksanaan akan bertambah .
Setiap tantangan/ujian tersebut menambah 1 nilai kebijaksanaan,  dan itu ga akan pernah berhenti.
Apapun kejatuhan yang menimpamu, ga pernah ada satupun yang luput menjadi pembelajaran.
Makanya jadi dokter itu belajar sepanjang hayat.


Share me your thoughts...
What's your idea?

XOXO, 
Kiko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar