Rabu, 12 November 2008

10 November (part 2-finished)

BUNG TOMO and HIS HIDDEN STORY



Ini dia petikan Pidato Bung Tomo yang berhasil q download lewat google.. Mudah2an ga disabotase kata-katanya ma orang YANG GA BERTANGGUNG JAWAB (aduuu berat banget ni ngomongnya….)




Bismillahirrahmanirrahim…
Merdeka!!!

Saoedara-saoedara ra’jat djelata di seloeroeh Indonesia,
teroetama, saoedara-saoedara pendoedoek kota Soerabaja
Kita semoeanja telah mengetahoei bahwa hari ini tentara Inggris telah menjebarkan pamflet-pamflet jang memberikan soeatoe antjaman kepada kita semoea.
Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan, menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara djepang.

Mereka telah minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih tanda menjerah kepada mereka.

Saoedara-saoedara,
didalam pertempoeran-pertempoeran jang lampaoe, kita sekalian telah menundjukkan bahwa
ra’jat Indonesia di Soerabaja
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Kalimantan,
pemoeda-pemoeda dari seloeroeh Soematera,
pemoeda Atjeh, pemoeda Tapanoeli & seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini,

didalam pasoekan-pasoekan mereka masing-masing dengan pasoekan-pasoekan ra’jat jang dibentuk di kampoeng-kampoeng,
telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,
telah menoenjoekkan satoe kekoeatan sehingga mereka itoe terdjepit di mana-mana

Hanja karena taktik jang litjik daripada mereka itoe, saoedara-saoedara
Dengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnja ke Soerabaja ini, maka kita toendoek oentoek menghentikan pertempoeran.
Tetapi pada masa itoe mereka telah memperkoeat diri, dan setelah koeat sekarang inilah keadaannja.

Saoedara-saoedara, kita semuanja, kita bangsa Indonesia jang ada di Soerabaja ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini.
Dan kalaoe pimpinan tentara Inggris jang ada di Soerabaja ingin mendengarkan djawaban ra’jat Indonesia,
ingin mendengarkan djawaban seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini
Dengarkanlah ini hai tentara Inggris,
ini djawaban ra’jat Soerabaja
ini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalian

Hai tentara Inggris!,
kaoe menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera poetih takloek kepadamoe,
menjuruh kita mengangkat tangan datang kepadamoe,
kaoe menjoeroeh kita membawa sendjata-sendjata jang kita rampas dari djepang oentoek diserahkan kepadamoe

Toentoetan itoe walaoepoen kita tahoe bahwa kaoe sekalian akan mengantjam kita oentoek menggempoer kita dengan seloeroeh kekoeatan jang ada,
Tetapi inilah djawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih,
maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!

Saoedara-saoedara ra’jat Soerabaja,
siaplah keadaan genting
tetapi saja peringatkan sekali lagi, djangan moelai menembak,
baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu.

Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.
Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI.

Dan kita jakin, saoedara-saoedara,
pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kita
sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar
pertjajalah saoedara-saoedara,
Toehan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…!
MERDEKA!!!




ANY COMMENTS for BUNG TOMO'S SPEECH???





OK.

Sekarang saya mau menceritakan kisah CINTA Bung Tomo.. Pasti kalian demen ma yang satu ini... Pasti penasaran kan tentang kehidupan cinta hero.. hm. jadi inget kisah cinta Mary Jane and Peter Parker, Louis and Clark, and yang pasti kisah cinta Bung Tomo and Sulistina juga ga kalah seru....





Pertemuan Sulistina dan Bung Tomo dimulai pada masa pergolakan revolusi (wah kapan ya? yang pasti gw blom lahir..)
Saat itu, Sulis –yang tercatat sebagai anggota PMI cabang Malang—sedang ditugasi kantornya ke Surabaya. Di kota itulah, gadis kelahiran kota dingin Malang itu bertemu Bung Tomo yang usianya lebih tua lima tahun.
Menurut Sulis, saat itu tidak banyak lelaki yang berani mendekatinya. Namun, pria kelahiran Kampung Blauran, Surabaya, yang disebut Mas Tomo itu-lah yang berani mendekatinya. “Bahkan ia berani menyatakan cintanya kepada saya. Dari sana saya menyadari bahwa di balik sosok Mas Tomo yang keras, juga memiliki sisi romantis”, kata Sulis.
Meski mereka resmi sudah memadu kasih sejak Januari 1946, namun karena kota Surabaya masih dikuasai tentara Sekutu, mereka pun bertemu secara sembunyi-sembunyi. Bung Tomo yang dikenal sebagai pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) saat itu merupakan salah satu tokoh yang diincar oleh tentara sekutu. Pada 19 Juni 1947 pasangan itu memutuskan untuk menikah di kota Malang.

Di bawah tekanan hidup di awal kemerdekaan yang serba susah, termasuk posisi Bung Tomo yang masih “diburu” Sekutu, pasangan muda itu memutuskan pindah ke kota Malang. Di kota dingin itu, Sulis mengaku bahagia kendati kehidupan ekonominya sangat berat.
“Saya sampai harus gali lobang tutup lobang. Tapi, yang saya salut Bung Tomo tidak mau menyerah menghadapi kenyataan yang berat itu,” katanya.

Sulis benar-benar cinta ma Bung Tomo. Terbukti, Sulis masih bisa mengingat secara tepat tanggal-tanggal yang dianggapnya sangat istimewa. Dia ingat betul kapan Bung Tomo menyatakan cintanya hingga peristiwa-peristiwa politik yang menimpa suami, termasuk saat Bung Tomo meninggal saat naik haji pada 1981.

Di mata Sulis, sosok Bung Tomo adalah seorang pribadi yang memiliki jiwa ksatria, pemberani, dan romantis. Di bawah berbagai tekanan yang dialaminya, Bung Tomo selalu mencurahkan isi hati kepada keluarga melalui puisi dan surat-surat cintanya di balik kamar tahanan. Karena merasa surat-surat itu sangat berharga, Sulis mengumpulan kumpulan surat yang didokumentasikan melalui buku yang disusunnya.
“Jika dihitung-hitung jumlahnya ratusan. Bahkan kalau diukur panjangnya bisa mencapai 15 meter,” kata Sulis.

Sulistina sudah mempersembahkan empat buku untuk menunjukkan cintanya kepada suami. Di tengah usianya yang makin uzur itu, dia masih bersemangat untuk mempersiapkan buku kelima. Energi apa yang mendorong dia untuk tetap menulis?
SEPEREMPAT abad lebih setelah kematian Bung Tomo di tanah suci Makkah pada 1981, cinta Sulistina kepada sang suami seperti tak pernah pupus. Bahkan, sampai hari ini pun, wanita kelahiran Malang itu mengaku masih terkenang dengan si Bung yang disebutnya sebagai ”perayu ulung” itu.
Menurut Sulis, buku adalah persembahan cinta terbaik bagi suami. Sebab, dengan menulis, jiwa dan pikiran Bung Tomo tidak hanya bisa dibaca oleh anak keturunannya, tapi juga publik secara luas.
Adapun buku yang ditulis Sulis adalah :
  1. Buku pertama yang ditulis Sulis berisi kumpulan karangan Bung Tomo
  2. Bung Tomo, Suamiku (Pustaka Sinar Harapan, 1995)
  3. Bung Tomo Vokalis DPR 1956-1959 (Yayasan Bung Tomo, 1998)
  4. Romantisme Bung Tomo, Kumpulan Surat dan Dokumen Pribadi Pejuang Revolusi Kemerdekaan (2006) - BEST SELLER

    Bung Tomo yang suaranya menggelegar membangkitkan perlawanan arek-arek Surabaya pada pertempuran 10 November 1945, kata Sulis, adalah sosok yang romantis. Dengan mengandalkan laptop milik cucunya, Tami Rahmilawati, Sulis mengetik ulang sajak-sajak romantis yang ditulis pada 1951–1971 itu dengan penuh emosi siang dan malam. ”Dalam sehari, saya bisa menyelesaikan lima surat,” kata wanita yang pandai berbahasa Belanda itu.
    Selain surat cinta, buku itu juga memuat surat-surat Bung Tomo selama masa tahanan rezim Orde Baru pada 1977-1978. Saat itu, suaminya ditahan di Penjara Nirbaya, di kawasan Pondok Gede, Jakarta. Bung Tomo adalah sosok yang kritis kepada rezim Soekarno maupun Soeharto. Akibat sikapnya itu, Bung Tomo oleh Orde Lama maupun Orde Baru diasingkan secara politik, bahkan dibui.
    Dari ratusan pucuk surat dan puisi romantis Bung Tomo, ada beberapa yang paling membuat Sulis terharu. Salah satunya adalah puisi cinta berjudul Melati Putih, Pujaan Abadi Hatiku. Puisi tersebut dibuat Bung Tomo di Penjara Nirbaya pada 26 Juni 1978. Dalam puisi itu, pejuang kemerdekaan tersebut berusaha mengungkap kembali perasaan cinta kedua insan yang menikah pada saat pergolakan revolusi pada 1947. Sajak itu dedikasikan untuk putri pertama mereka, Tien Sulistami, yang lahir pada 29 Juni 1948.

    Masih saat di Penjara Nirbaya, Bung Tomo yang ketika itu sudah berusia 58 tahun tetap bersemangat menulis puisi untuk istrinya. Dalam puisi itu, lagi-lagi Bung Tomo memuji kecantikan wajah istrinya saat bangsa Indonesia merayakan Hari Kartini.
    Ini Hari Kartini, Dik!
    Terbayang wajahmu nan cantik
    Penaku kini henti sedetik
    Terlintas semua jasamu
    Sejak kita bertemu
DETIK-DETIK TERAKHIR BUNG TOMO
Lantaran begitu cintanya kepada istri, tutur Sulis, Bung Tomo pernah berkelakar aneh kepada dia. Intinya, Bung Tomo ingin Sulis menyusul mati tiga hari setelah kematiannya. Alasannya, supaya Sulisti punya cukup waktu untuk membaca tulisan wartawan soal kematiannya. ”Supaya saya menceritakan ulang tulisan wartawan kepadanya di akhirat,” kata Sulis seperti yang ditulis dalam buku Bung Tomo, Suamiku.
Kelakar pejuang itu ternyata ”benar-benar” terjadi. Saat keduanya menunaikan ibadah haji pada 7 Oktober 1981, tiba-tiba Bung Tomo jatuh sakit dan meninggal di Makkah. Sulis yang saat itu pontang-panting mengurus jenazah sang suami sehat-sehat saja. Tapi, tepat tiga hari, ibu Sulis –mertua Bung Tomo– yang meninggal dunia. Hanya, Sulis tidak bercerita apakah ibunya sempat membaca berita-berita koran yang saat itu ramai memberitakan kematian suaminya. 

BUNG TOMO BUKAN PAHLAWAN NASIONAL???
 

Meski hingga kini Bung Tomo tak kunjung dinobatkan sebagai pahlawan nasional, Sulis tidak terlalu mempermasalahkannya. Sebab, dia tetap menganggap Bung Tomo sebagai pahlawan baginya. ”Saya yakin masyarakat Indonesia tetap menganggapnya sebagai pahlawan. Begitu pula saya,” katanya.
Menurut dia, pada 1980, semasa Bung Tomo masih hidup, DPRD Kota Surabaya pernah mengusulkan ke pusat agar dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Namun, tatkala surat memasuki tingkatan menteri, pemerintah menolaknya. Menteri sosial saat itu, Nani Soedarsono, menilai Bung Tomo tidak layak menjadi pahlawan nasional. ”Mensos saat itu bilang, Bapak merupakan sosok pejuang lokal. Tidak bisa jadi pahlawan nasional. Saya marah karena beliau dihargai oleh negera-negara lain. Tapi, kenapa oleh bangsa sendiri tidak,” ujarnya.
Saat Mensos melayangkan surat penolakan tersebut, Sulis langsung merobeknya. Tapi, belakangan dia menyesal karena surat penolakan itu bisa menjadi bukti bahwa nama Bung Tomo pernah diusulkan. ”Sampai sekarang, nama Bung Tomo tidak pernah hilang. Saya saja yang tidak pernah berjuang ikut terbawa harum,” katanya sambil tertawa.
Bung Tomo mempertahankan kekecewaannya kepada pemerintah sampai wafat. Dalam wasiatnya, dia dengan tegas mengaku tidak mau dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. ”Alasannya, di sana dimakamkan banyak koruptor,” ungkap Sulis.
Menurut Sulis, setahun setelah meninggal di tanah suci, jenazah suaminya dibawa kembali ke tanah air. Sesuai dengan amanahnya, Bung Tomo dimakamkan di pekuburan rakyat di Ngagel, Surabaya. Meski belum diakui sebagai pahlawan, di jalan menuju makam itu, kini berdiri plang Jalan Bung Tomo.

Sumber : visimediapustaka, radar sulteng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar